Pemberdayaan Masyarakat

Merencanakan Pemberdayaan Masyarakat dengan Pendekatan 7D
Ditulis Oleh Anwar Syarif, Widyaiswara Madya   

Sudah menjadi pembicaraan umum pada masa sekarang ini bahwa perencanaan pembangunan masyarakat (community development) hendaklah melibatkan partisipasi masyarakat. Community development  pada hakikatnya adalah pengembangan kapasitas (capacity development) yang di Indonesia dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah wujud upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dengan melibatkan partisipasi masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Para fasililitator di lapangan dihadapkan kepada berbagai pilihan model perencanaan pemberdayaan  yang akan digunakan, apakah misalnya  akan memilih model Plan, Do, Chek, Act (PDCA) Cycle, Logical Framework Approach (LFA) & Project Cycle Management (PCM), Participatory Rural Appraisal (PRA), atau pilihan lainnya. Tulisan ini mencoba mengemukakan suatu pendekatan yang merangkum inti dari pendekatan-pendekatan yang disebut terdahulu yang telah dikembangkan, diujicoba, dan disempurnakan oleh Organisasi Produktivitas Asia (Asian Productivity Organization), yakni Pendekatan 7D.

Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat

Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Ada tiga tipe perencanaan pembangunan, yaitu 1) perencanaan untuk masyarakat;  2) perencanaan bersama masyarakat; dan 3) perencanaan oleh masyarakat. Tipe pertama, yakni “perencanaan untuk masyarakat”, ciri-cirinya adalah pendekatan top-down, digerakkan oleh donor (penyedia dana), berorientasi pada output dan lebih berorientasi jangka panjang.  Dari tipe perencanaan ini dihasilkan suatu Rencana Induk Cetak Biru atau Blue Print Master Plan. Tipe kedua, yakni “perencanaan bersama masyarakat”, ciri-cirinya adalah kombinasi antara pendekatan top-down dan bottom-up, tetapi masih ada dominasi dari pihak luar, berorientasi proyek dan lebih berorientasi jangka menengah. Matriks Rencana Proyek atau Project Plan Matrix seringkali dikembangkan dari tipe ini. Tipe ketiga yaitu “perencanaan oleh masyarakat”, ciri-cirinya adalah berdasarkan permintaan masyarakat, berorientasi kepada aksi/tindakan, spesifik lokal, pendekatan bottom-up dan lebih berorientasi jangka pendek. Dari tipe perencanaan ini dihasilkan Rencana Aksi atau Action Plan (Gaertner, 2006).

Ketidakpuasan terhadap hasil perencanaan tipe pertama dan tipe kedua seperti kurangnya orientasi terhadap dampak dan hasil yang kurang berkelanjutan, membuat banyak negara  sekarang ini lebih suka melaksanakan tipe yang ketiga yaitu perencanaan oleh masyarakat. Tipe perencanaan ini merupakan wujud pemberdayaan yang secara memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bukan hanya sekedar memberikan kontribusi atau share tenaga kerja, fasilitas, atau memberikan pendapat, namun secara penuh berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk memilih dan merencanakan suatu proyek/kegiatan bersama, dan sekaligus juga melaksanakan, mengelola, memonitor dan mengawasinya.


Pengertian Pendekatan 7D

Pendekatan 7D adalah suatu pendekatan yang merangsang munculnya motivasi, berorientasi proses dan bersifat kolaboratif untuk mengelola suatu proyek. Proyek yang dimaksud di sini adalah suatu kegiatan pembangunan masyarakat (community development) dalam aspek tertentu kehidupan misalnya di bidang pertanian, bidang kesehatan, bidang pelestarian lingkungan, dan lain-lain. Dalam pemberdayaan masyarakat semua aspek pembangunan ini hendaklah dipandang sebagai sesuatu yang terpadu satu sama lain (integrated).  Pendekatan 7D menerapkan suatu model perencanaan apresiatif yang memusatkan perhatian secara khusus terhadap partisipasi masyarakat.

Menurut Dhamotharan (2009) proses perencanaan pembangunan masyarakat dengan pendekatan 7D dimulai dengan memberikan penghargaan terhadap potensi dan prestasi masyarakat serta nilai-nilai murni yang ada dalam masyarakat tersebut. Dilanjutkan kemudian dengan mendorong mereka untuk menyadari ketersediaan sumberdaya yang mereka miliki serta menganalisis kekuatan dan kelemahan mereka. Kesadaran akan semua hal ini akan menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri untuk mengambil alih tanggung jawab tentang masa depan mereka dengan cara merumuskan visi dan tujuan-tujuan. Setelah bersepakat tentang arah yang mereka tuju, masyarakat menyusun rencana mereka dan melaksanakannya dengan memanfaatkan sumberdaya internal dan eksternal yang ada. Agar tahapan-tahapan dalam Pendekatan 7D dapat berjalan dengan efektif keseluruhan prosesnya perlu difasilitasi oleh satu atau beberapa orang fasilitator.

Partisipasi masyarakat selama keseluruhan proses merupakan faktor kunci utama dalam Pendekatan 7D. Pada umumnya ada kecenderungan untuk mengartikan partisipasi hanya sekedar sebagai konsultasi atau memberikan kontribusi dalam bentuk uang atau sejenisnya, padahal hakikat partisipasi yang sebenarnya bukan hanya sekedar itu. Partisipasi merupakan suatu proses melibatkan masyarakat dan stockholder lainnya sedemikian rupa sehingga mereka dapat mempengaruhi dan bertanggung jawab dalam proses pengambilan keputusan.



Tahapan dalam Pendekatan 7D

Menurut Dhamotharan (2009) Pendekatan 7D terdiri dari tahapan sistematis sebagai berikut:
D1 – Developing relation (Mengembangkan hubungan)
D2 – Discovering capacities (Menemukan kapasitas)
D3 – Dreaming of community future (Membangun cita-cita masyarakat)
D4 – Directions of community actions (Arah tindakan masyarakat)
D5 – Designing community actions (Merancang tindakan masyarakat)
D6 – Delivering Planned Activities (Melaksanakan kegiatan)
D7 – Documenting Outputs, Outcomes and Learning (Mendokumentasikan hasil dan hal yang dipelajari)

Dari tujuh tahapan dalam pendekatan 7D, lima tahapan pertama merupakan tahapan perencanaan kegiatan/proyek yang dilakukan melalui serangkaian pertemuan kelompok masyarakat yang difasilitasi oleh satu atau beberapa orang fasilitator. Tiga tahapan pertama dtiitikberatkan pada menggerakkan aspek emosional manusia dan sangat baik diterapkan dalam suatu suasana yang kreatif dan apresiatif.  Tahapan keempat dan kelima memerlukan “kemampuan melakukan analisis” oleh kelompok masyarakat yang mengikuti pertemuan pemberdayaan. Tahapan keenam merupakan pelaksanaan kegiatan-kegiatan berdasarkan rencana yang telah disusun melalui ltahapan pertama sampai dengan kelima. Tahapan ketujuh adalah refleksi terhadap keseluruhan proses.

Uraian singkat tahapan dalam pendekatan 7D adalah sebagai berikut:
D1 – Developing relation (Mengembangkan hubungan)
Langkah pertama dalam pemberdayaan adalah membangun suatu hubungan saling percaya di antara anggota kelompok masyarakat dan antara masyarakat dengan pihak luar seperti fasilitator, narasumber, pejabat pemerintah dan lain-lain. Untuk mewujudkan hal ini perlu disediakan waktu yang cukup bagi semua orang saling mengenal lebih dalam tentang diri masing-masing sehingga bisa menghargai kemampuan masing-masing untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan masyarakat. Bahkan walaupun sebagian anggota masyarakat sudah saling mengenal satu sama lain, akan baik sekali jika diberikan waktu untuk saling mengetahui potensi mereka masing-masing dan mencari kesalingterkaitan dan saling ketergantungan mereka dalam upaya memperbaiki kehidupan bersama.  Pada tahap ini perlu dibangun komunikasi yang tulus dan efektif di antara sesama anggota masyarakat dan antara masyarakat dengan pihak luar. Pihak pemerintah dan masyarakat dalam tahap ini perlu membangun saling keterbukaan jika mereka ingin mengubah perencanaan yang top-down menjadi suatu hubungan tulus yang membantu masyarakat mengembangkan kapasitasnya. Hakikat pemberdayaan yang sebenarnya bukanlah memberikan uang atau fasilitas kepada masyarakat, namun membantu agar mereka dapat mengelola kegiatan secara efektif dan efisien.

D2 – Discovering capacities (Menemukan kapasitas)
Fokus tahap ini adalah pemahaman terhadap kenyataan tentang masyarakat, berbagi pandangan dan menemukan kerumitan kehidupan masyarakat dan menghargai apa yang telah mereka capai. Ini merupakan bagian di mana masyarakat mencoba menemukan dan menghargai apa yang telah ada pada diri mereka. Pada tahap ini mereka mencoba mengenali dan menyadari prestasi mereka di masa lalu dan juga mengetahui masalah-masalah yang mereka hadapi pada saat itu, bagaimana mereka dapat memecahkannya, serta struktur organisasi apa yang mereka gunakan. Masyarakat mencoba menemukan dan memahami apa yang telah mereka miliki, apa kekuatan dan kelemahan mereka, dan apa potensi sumberdaya yang dapat mereka gunakan. Singkatnya, mereka mencoba memahami diri mereka sendiri. Pemahaman terhadap diri mereka sendiri akan menumbuhkan motivasi dan kegairahan mereka untuk bekerja bersama-sama.

D3 – Dreaming of community future (Membangun cita-cita masyarakat)
Pada tahap ini masyarakat didorong untuk menyatakan cita-cita mereka. Cita-cita adalah suatu gambaran kreatif tentang masa depan yang positif. Setelah memiliki cita-cita, mereka kemudian mengembangkannya menjadi visi. Visi adalah terjemahan sebuah cita-cita menjadi gambaran jangka panjang yang menarik dan jelas, yang mampu menumbuhkan suatu  komitmen yang kuat serta motivasi dan arah untuk bertindak. Selanjutnya visi yang jelas dapat dijabarkan menjadi tujuan. Proses merumuskan visi bersama adalah suatu prakondisi bagi munculnya tindakan bersama. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa cita-cita harus berasal dari masyarakat itu sendiri dan harus merupakan cita-cita seluruh masyarakat.

D4 – Directions of community actions (Arah tindakan masyarakat)
Fokus pada tahap ini adalah menetapkan tujuan yang jelas yang menjadi arah yang jelas bagi kegiatan-kegiatan masyarakat tersebut. Tujuan yang ditetapkan harus diarahkan kepada visi. Kejelasan tentang output akan mendukung pencapaian visi. Tujuan hendaknya dirumuskan dengan jelas dan disetujui oleh masyarakat.

D5 – Designing community actions (Merancang tindakan masyarakat)
Merancangan tindakan masyarakat adalah tahap bagi masyarakat untuk menerjemahkan visi, tujuan dan kegiatan-kegiatan ke dalam suatu rencana dengan struktur yang jelas dan logis. Beberapa aspek yang harus diperjelas adalah visi, tujuan, kegiatan, sumberdaya yang dibutuhkan, faktor-faktor penghambat, dan sebagainya. Bentuk rencana dapat berupa Kerangka Kerja Logis (Logical Framework), Matriks Rencana Proyek atau Rencana Aksi, atau bentuk lain yang lebih sederhana yang dapat dipahami oleh masyarakat. Selama proses pembuatan rencana, masyarakat harus mencoba untuk menggunakan sumberdaya internal di samping juga sumberdaya eksternal, misalnya yang berasal dari pemerintah dan organisasi non pemerintah.

D6 – Delivering Planned Activities (Melaksanakan kegiatan)
Fokus tahap pelaksanaan kegiatan adalah melaksanakan rencana yang telah disusun. Pada tahap ini input internal dan eksternal harus diatur sehingga kegiatan yang telah dirancang dapat dilaksanakan dengan sukses. Pengawasan yang ketat penting untuk meyakinkan bahwa kegiatan dilaksanakan dan perubahan-perubahan yang diperlukan telah dibuat. Demikian juga peranan semua pihak diperjelas dan tanggung jawab mereka masing-masing diketahui.

D7 – Documenting Outputs, Outcomes and Learning (Mendokumentasikan hasil dan hal yang dipelajari)
Dalam tahap ini masyarakat melakukan refleksi terhadap “proses perjalanan” dan hasil yang telah dicapai.  Refleksi dilakukan oleh kelompok masyarakat beserta semua pihak luar yang terlibat.  Dokumentasi merupakan evaluasi terhadap proyek dan rencana aksi untuk menilai keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan visi dan tujuan yang telah ditetapkan. Dokumentasi terdiri dari analisis, berbagi pengalaman, dan merangkum semua pengetahuan dan pengalaman yang dipelajari dari tahapan-tahapan sebelumnya. Tahap ini penting untuk perbaikan atau kelangsungan langkah-langkah berikutnya dalam pencapaian visi.

Contoh Penerapan Pendekatan 7D
Fiji adalah salah satu negara anggota Organisasi Produktivitas Asia (Asian Producvity Organization) yang telah menerapkan pendekatan 7D ini dengan hasil yang baik. Fiji mulai menerapkan pendekatan ini melalui Ministry of Provincial Development sejak tahun 2004. Sebelum dijadikan sebagai  kebijakan nasional, penerapan dilakukan di sebuah desa model bernama Namatakula. Pendekatan yang diterapkan di Fiji adalah Pendekatan 6D yang juga dikenal sebagai Project Cycle Management (PPCM) yang dalam tahapannya masih belum mencantumkan D1 (Mengembangkan Hubungan). Contoh keberhasilan Desa Namatakula yang dicapai oleh masyarakat desa secara swadaya antara lain:
- Membangun kebun bunga untuk menarik turis dan membuat kontrak dengan hotel di Fiji untuk menjual bunga yang dipanen dari kebun tersebut.
- Memperluas kebun tanaman obat milik masyarakat untuk membuat obat tradisional dan menarik turis.
- Membangun trotoar di dalam desa pada jalan yang menuju lokasi wisata.
- Membuat kontrak dengan hotel berbintang lima terdekat (Warwick International Hotel) untuk melakukan kunjungan wisata harian ke desa Namatakula.
- Membuat dua buah aula serba guna milik masyarakat.
- Menjadi desa terbersih di Fiji.



Penutup

Pendekatan 7D merupakan suatu alternatif pendekatan yang dapat diterapkan dalam memfasilitasi perencanaan pemberdayaan masyarakat. Agar tahapan-tahapan dalam Pendekatan 7D dapat berjalan dengan efektif, keseluruhan prosesnya perlu difasilitasi oleh satu atau beberapa orang fasilitator yang benar-benar memahami konsep 7D dan terampil dalam pelaksanaan urutan tahapannya.

Berkaca dari keberhasilan negara lain dalam menggunakan pendekatan ini setiap fasilitator pemberdayaan masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakannya. Untuk itu inisiatif dan peran balai diklat untuk menyelenggarakan pelatihan tentang 7D menjadi semakin penting.


Daftar Pustaka

Dhamotharan, Mohan. 2009. Hand Book on Integrated Community Development – Seven D Approach to Community Capacity Development. Asian Productivity Organization, Tokyo.
Gaertner, Ulrich. 2006. Planning for Development. PowerPoint Presentation Prepared for Training Programme “Participatory Project Cycle Management for Community Development“ in Suva, Fiji, June 04 – 18, 2006. Asian Productivity Organization, Tokyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar